Kepadamu yang Akan Menjadi Ayah dari Anak-Anakku


Apa kamu ingat saat kamu menanyakan padaku apakah aku bersedia menjadi ibu dari anak-anakmu? Saat itu kamu berkata, kamu menginginkan anak-anakmu dididik oleh seorang perempuan sepertiku.

"Karena kamu sudah menjadikanku seorang pria yang lebih baik, yang akhirnya bisa berpijak di atas bumi ini di atas empat kaki, kakimu dan kakiku. Aku berharap anak-anakku kelak bisa lebih hebat dari ayahnya dan aku yakin, cuma kamu satu-satunya perempuan yang bisa menunaikan tugas tersebut", katamu.

Hari itu, satu kali lagi kamu membuatku merasa kelahiranku sebagai perempuan bukanlah sebuah kecelakaan, atau sebuah kebetulan alam semesta serta isengnya Sang Pencipta.

"Permintaanmu disampaikan dengan sangat manis, perempuan mana yang bisa menolak?" tanyaku balik kepadamu.


Sebenarnya, tidak demikian.

Ada hal-hal yang membuatku mantap memilih kamu sebagai ayah dari anak-anakku. Meski mungkin anak kita kelak bukan anak yang paling pintar di kelasnya, bukan anak yang paling kuat di kelasnya dan jelas, bukan anak yang paling kaya raya sedunia.

Dengan kamu di sisiku, aku berharap anak kita belajar darimu tentang ketulusan menyikapi segala sesuatu.
Dengan kamu di sisiku, aku berharap anak kita belajar darimu tentang mencintai manusia dengan rasa hormat.
Dengan kamu di sisiku, aku berharap anak kita belajar memahami dunia karena kamu bisa menuntunnya menjelajahi alam.


Dengan kamu di sisiku, aku berharap anak kita belajar tentang integritas, fondasi utama seorang manusia.
Dengan kamu di sisiku, aku berharap anak kita tidak menjadi seorang anak yang dewasa, tetapi juga menjadi seorang anak yang menikmati masa kanak-kanak sepantasnya.


Dengan kamu di sisiku, aku berharap anak kita belajar menjadi seorang yang bertanggung jawab, disiplin dan sosok yang pantang menyerah.
Dengan kamu di sisiku, aku berharap anak kita tumbuh dengan hati yang lembut terhadap sesamanya.


Dengan kamu di sisiku, aku berharap anak kita bisa bersikap adil dan tegas pada waktu yang benar.
Dengan kamu di sisiku, aku berharap anak kita menjadi anak yang taat dalam ibadah, bukan karena ia dipaksa namun karena ia mengasihi Penciptanya.


Dengan kamu di sisiku, aku berharap anak kita menjadi seseorang yang haus ilmu pengetahuan dan selalu ingin belajar seumur hidupnya.


Dengan kamu di sisiku, aku berharap anak kita menjadi anak yang tegar.
Dengan kamu di sisiku, aku berharap anak kita bisa menjadi manusia, seutuhnya.
Dengan kamu di sisiku, aku yakin, anak kita kelak menjadi seorang orang yang berguna bagi sesamanya.

Apa tuntutanku terlalu banyak? Untuk hal-hal ini, aku membutuhkan dukungan darimu karena aku khawatir tidak akan bisa mengajarkan seribu macam pelajaran itu sendirian. Kita juga tidak bisa menyerahkan segala-galanya kepada gurunya di sekolah, bukan? Karena anak kita terlalu berharga untuk tidak kita didik bersama, karena anak kita adalah buah cinta kita berdua.

Aku hanya meminta dua janji darimu. Pertama, jangan menjadi sosok yang ditakuti olehnya, tapi jadilah seorang teman yang bisa ia teladani. Sesibuk apapun kamu, setiap hari sempatkanlah mendampinginya dan mendengarkan ceritanya. Di akhir pekan, luangkanlah waktumu bersama kami. Dan bila aku mengatakan padamu bahwa di waktu tertentu, kamu harus ada di sisinya, percayalah padaku dan sempatkanlah waktumu. Kedua, bila kau marah padaku suatu saat nanti atau aku marah padamu, jangan pernah menunjukkan emosi kita di depannya. Seperti yang pernah aku dan kamu lewati di masa kecil kita, bukankah hal itu menyedihkan? Aku berharap, kita tidak akan mengulang hal yang kita tahu salah kepada buah hati kita.

Di sisimu, aku akan mendukung sepenuh yang aku bisa. Sampai tanpa kita sadari, rambut kita akna memutih dan wajah kita akan penuh keriput. Genggamlah tanganku, dan aku akan menggenggam tanganmu lebih erat. Bersama-sama, akan kita ajarkan pada anak kita bahwa keberadaannya di dunia ini bukanlah tanpa tujuan dan kasih sayang sejati bukan sekadar dongeng belaka.

Peluk erat,
Calon Ibu anak-anakmu.
Share on Google Plus whatsapp
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment